Jumat, 23 Februari 2018

Melongok Wisata Buku di Malang

Kalau boleh, saya ingin Malang Raya berjuluk Kota Sejuta Wisata. Selain memiliki banyak tempat wisata keren di Batu dan Kab Malang, ternyata Malang juga punya wisata yang tak kalah menarik. Diantaranya Wisata Buku, Wisata Pasar Burung, Wisata Pasar Bunga juga Wisata Kampung aneka thematik dll...

Hari itu, selepas berburu buku di jalan Wilis saya tak langsung pulang. Apalagi hujan menumpah deras diluar sana. Rasanya lebih asik memilah dan memilih (melihat-lihat) tumpukan bacaan disebuah toko buku.

Sesekali saya ngobrol dengan pemilik toko buku di Wisata Buku ini. Adalah Pak Andri pemilik toko buku Shakti yang saya datangi. Menurutnya, Wisata Buku ini ramai pengunjung bila awal tahun pelajaran. Namun kalau hari-hari biasa, transaksi penjualan relatif, kadang ramai kadang sebaliknya.

Menempati toko buku no 25, Pak Andri yang sudah lama menekuni jual beli buku ini tampaknya optimis dengan bisnisnya. Walaupun banyak diantara rekan-rekan seprofesinya menyambi jual buku secara online, dia tetap bertahan secara konvensional.

Buku yang dijual Pak Andri bermacam ragam. Ada buku baru, buku lama atau seken bahkan buku-buku pelajaran untuk usia PAUD hingga perguruan tinggi. Dari novel pengarang Indonesia hingga pengarang mancanegara. Komplit. Tentang omset, menurutnya, kalau lagi rame bisa jutaan.

Menyusuri deretan toko buku ini, seperti kita berjalan di perpustakaan panjang. Terlihat susunan buku yang tertata rapi. Beberapa pengunjung datang ke lokasi wisata buku ini ada yang sekedar jalan-jalan sambil membuka-buka buku. Meski hanya melihat tanpa membeli, penjual tetap bersikap ramah.

Wisata buku yang berlokasi di jalan Wilis ini adalah pindahan dari Jl Majapahit. Dulu kira-kira 20 tahun lalu penjual buku direlokasi ke tempat baru agar lebih rapi dan tertib. Menempati 68 unit toko berukuran antara 2x3 para penjual buku ini merasa lebih nyaman.

Tentang harga, relatif bisa tawar menawar. Itu tergantung apakah buku baru atau buku lama. Kalau buku pelajaran harga standar tapi lebih terjangkau daripada di toko buku diluaran. Pendek kata, mengunjungi wisata buku ini selain bisa memenuhi keinginan mendapatkan buku, juga bisa jadi ajang pelampiasan melihat-lihat buku secara gratis. Ibaratnya, lihat buku 10 beli hanya 2...

Kamis, 04 Januari 2018

River Tubing di Sungai Klawing, Purbalingga, Jawa Tengah

Hidup terus berjalan dan kudu dinikmati. Sesekali bolehlah keluar dari rutinitas kerja yang kadang membelenggu. Salah satunya adalah berkecipak dengan air di atas ban atau biasa disebut river tubing. Kali ini saya dan kawan-kawan ber-rivertubing menyusuri sepanjang Sungai Klawing, Purbalingga, Jawa Tengah.

Dari basecamp, kami harus naik mobil pick up menuju titik awal kumpul. Rasanya senang bisa beramai-ramai menuju desa Onje dimana Sungai Klawing membelah desa. Tak lupa kami memakai pelampung juga helm pengaman. Kira-kira 15 menit kami tiba di tujuan dan bersiap dengan masing-masing ban berukuran besar.

Awal menyusuri sungai, menurut tim leader, kami harus berpasang-pasangan. Caranya dengan mengkaitkan kaki pada lengan pasangan kita yang didepan. Ini dimaksudkan agar saat melewati jeram ada keseimbangan dan diharap terbebas dari posisi jungkir balik. Kami saat diawal perjalanan, memang kudu melewati jeram yang lumayan deras. Dan saat bisa menaklukan jeram tersebut ada rasa lega dan puas. Ekspresinya kami dengan teriakan kencang dan keras, membuat  hati kami jadi lega.

Saat ber-rivertubing pastilah kami membelah sungai Klawing. Diantara kami saling berpencar dengan tetap berpasangan. Terombang ambing arus derasnya sungai, pasti. Disaat tertentu dengan isyarat dari team leader,  kami harus kompak berformasi yakni menyatu dan membentuk barisan memanjang mirip Luwing. Indah sekali dilihat dari atas jembatan.

Luwing adalah hewan melata berkaki seribu.  Seperti itu juga bentukan atau formasi kami terlihat dari atas atau dari kejauhan.  Tanpa menyatu dan kompak kami tak kan ada bentuk. Tanpa komitmen tak kan ada yang menyatu.    

Demikian juga persahabatan. Tetaplah menyatu walau kadang bebatuan dan riak air menghadang. Itu adalah semacam aral yg nantinya justeru menjadi pijakan yang bisa merekatkan kami. Jadi Ingat saat diantara kami ada yg  terhadang batu dan ban tak bisa bergerak maju. Akan ada tangan2 teman kami yang kemudian rela mengulurkan bantuan.

Bermain basah dengan air dan ban sejauh 3,5 km di sungai Klawing memberi kami pelajaran akan hakekat hidup bersama dan kekompakan. Ada yang bisa dipetik dari setiap  gerakan dan aliran airnya. Hidup memang kudu bergerak dinamis, agar kita bisa mencapai tujuan akhir.  Seperti berakhirnya river tubing di bawah jembatan Desa Onje, Purbalingga, Jawa Tengah.

Kamis, 28 Desember 2017

Griya Gribig Malang


Guest House Nuansa Njawani Jaman Dulu..

NJAWANI. Itu kata yang tepat untuk menggambarkan Griya Gribig Guest House. Berlatar konsep penginapan tradisional Jawa yang kekinian, guest house yang genap setahun Desember ini, semakin dikenal pemburu tempat-tempat bernuansa jadul.

Pertama memasuki pelatarannya, tersuguh suasana tradisional. Meja resepsionis yang berada di ruang terbuka tampak berhias pernik-pernik yang menawan. Diantaranya hiasan dinding wayang, topeng Malangan juga lampu gantung hias jadul. Diatasnya ada semacam tempat untuk menata gerabah dan wakul (tempat nasi di Jawa jaman dulu). Wooww...!

Di depan meja resepsionis terdapat meja kayu berukuran besar dengan model klasik berserta 2 kursi kayu yang artistik. Diatasnya berjejer rapi petromak dan lampu minyak tanah. Sungguh menambah suasana seperti beberapa dasa warsa yang lalu.

Guest house Griya Gribig berlokasi di jalan Ki Ageng Gribig no 100 Malang. Memiliki 16 kamar yang masing-masing kamar bernama unik. Disesuaikan dengan konsep dan desainnya yang NJAWANI, sangat cocok dengan nama-nama tokoh pewayangan dan Punakawan. Diantaranya : Kamar Petruk, Gareng, Bagong, Semar, Gatotkoco, Nakulo, Sadewo dll...

Memasuki area dalam Guest House ini terdapat taman berukuran mini dengan hiasan barang-barang jadul. Disisi kanan pintu masuk utama ada sepeda onthel dan dokar (delman) berukuran agak panjang. Disisi utara ada 2 sepeda motor keluaran tahun 70-an. Semua barang sangat mendukung suasana yang bernuansa Jawa klasik.

Griya Gribig yang berlantai 2 ini sangat recommended untuk penginapan keluarga. Untuk furnitur juga bermuatan seni dengan ranjang ukiran klasik. Dipadu dengan kursi dan meja rias kuno, sangat cocok untuk kita yang ingin menyelami nuansa tradisional Jawa di masa lalu.

Tertarik untuk menyambangi dan berselonjor di Griya Gribig? Sila buktikan dengan cost yang terjangkau di rate 200-350rb saja. Semua dahaga tentang suasana Jawa jadul bakal terbayar lunas....

Senin, 25 Desember 2017

Berburu Spot Keren di Lereng Arjuno

Pernah membayangkan berphose tak kalah dengan model professional? Kalau belum,  jangan takut untuk bermimpi. Kita bisa jadi seperti model bila kita bersinergi dengan alam. Hehehe...

Di Malang banyak sekali spot alam cantik yang bisa mendukung hasil foto kita. Salah satunya adalah di lereng gunung Arjuno. Dengan ketinggian mencapai kurang lebih 2000 mdpl membuatnya berhawa sejuk dan segar.

Menuju lereng Gunung Arjuno, kita bisa lewat dari Singosari. Berkendara jeep sewaan, saya menyusuri kebun teh yang membuat pandangan menjadi cerah. Namun tak lama kami harus melewati perjalanan yang memicu adrenalin lho... !

Jalan menanjak dengan bebatuan lumayan besar menghadang. Beruntung sang driver sangat piawai mengendalikan laju jeep. Jadi segala aral dan kendala bisa terlampaui. Tak heran karena ternyata sang driver sudah berpengalaman mengangkut kayu hasil hutan. Pastinya  mengusai medan seperti yang kami tempuh.

Selang 45 menit kemudian kami tiba disebuah tempat seperti sebuah bukit. Tertulis ucapan dibanner : "Selamat Datang di  Budug Asu". Kali ini kami kudu berjalan kaki karena jeep tidak bisa naik. Alamakkk jalannya lumayan menanjak. Namun demi mendapat spot yang saya inginkan, majulah terus pantang mundur.

Terengah  nafas kami karena kemiringan tanjakan yang lumayan. Sesekali kami berhenti untuk menata alur nafas kami. Wooww 20 menit kemudian kami melihat hamparan hijau pepohonan berjajar nun dibawah sana. Berpayung langit biru dan awan berarak membuat saya terkagum-kagum.

Nah spot cantik itu akhirnya didepan mata. Letaknya berada disepanjang perjalanan menuju Budug Asu yang terkenal dengan icon Srigalanya. Melihat panorama alam dengan warna hijau kuning keemasan saya tidak membuang kesempatan. Segera  cekrak cekrek dan jeprat jepret....

Minggu, 24 Desember 2017

Lembah Tumpang, Wisata Anyar di Malang Bernuansa Kerajaan

Lembah Tumpang: Aku Jatuh Cinta...

Kesan pertama begitu kaki menginjak lokasi Lembah Tumpang adalah kata Woooww...Disambut hijau dan rimbunnya aneka tanaman bunga,  seakan saya merasa berada di taman sebuah kerajaan. Berpuluh bahkan beratus patung yang mirip prajurit kerajaan memenuhi setiap sudut wisata ini. Seakan berjaga dan menyambut setiap pengunjung dengan rasa hormat dan ramah.

Sementara itu dibalik rimbunnya tanaman hijau dan aneka bunga terdengar riuh suara bocah.  Mereka berkecipak bermain air dengan pelampung ban berwarna terang.  Owhh.... Penglihatanku terkesiap,  ternyata kolam renang anak dengan nuansa bak pemandian seorang putri kerajaan. Ditengah kolam itu ada sebuah candi berukuran kecil sebagai pemanis. Disisi kanan terdapat 2 kolam kecil dengan air jernih.

Itu salah satu sudut Lembah Tumpang.  Berjalan ke dalam lokasi akan disuguhi taman-taman yang berjajar rapi.  Sisi kanan kiri terdapat resort untuk penginapan. Berhias ornamen kerajaan dan mengingatkan saya akan jaman dahulu kala.

Sebagai bangunan utama adalah candi dengan 4 lantai. Tampak luar memang seperti sudah rampung tahap pembangunannya. Padahal saat saya masuk di dalam candi tersebut masih dalam tahap finishing. Kalau dilihat ruangannya seperti tempat pertemuan sebagai salah satu fasilitas yg disediakan pengelola.

Dari atas candi akan terlihat danau buatan berbentuk U mengelilingi candi. Hamparan hijau tanaman cantik,  sudut atap resort juga ikan koi berenang  tampak dari ketinggian. Sungguh asri dan memanjakan pandangan saya.

Wisata Lembah Tumpang ini terbilang wisata anyar. Berdiri di lahan seluas 18 ha di desa Slamet,  Pakis Kabupaten Malang. Menurut salah seorang pemilik dokar hias, wisata ini dibuka untuk umum belum setahun. Oya untuk mengelilngi area wisata ada dokar hias dengan tarif 10 rb/orang. Sedangkan tiket  masuk ke Lembah Tumpang sebesar 30rb/orang.

Untuk  menuju ke wisata ini dari kota Malang belum ada akses transportasi umum. Jadi yang ingin mengunjungi bisa mengendarai roda 2 atau 4. Dari pusat kota ke arah timur kurang lebih 16 km ditempuh kurleb satu jam. Setelah pasar Pakis lurus aja di pertigaan jln raya Cokro belok kanan masuk perkampungan sekitar 10 menit. Siapa sangka di tengah perkampungan padat ada wisata yang begitu menakjubkan?

Lebih waah lagi kalau semua fasilitas yang sementara dikebut sudah selesai. Diantaranya wahana flyng fox,  outbond,  kolam renang dewasa dengan bangunan yg artistik. Juga dibagian belakang area Lembah Tumpang ada air terjun buatan setinggi 10 m yang tidak sempat saya kunjungi karena keburu hujan.

Janji dalam hati bakal kembali ke Lembah Tumpang lagi. Tentu saja dengan perubahan  rona-nya yang semakin membuat hatiku terkagum-kagum. Duhhh... Lembah Tumpang,  belum sepenuhnya memancarkan pesonamu-pun hatiku sudah berkata: "aku jatuh cinta"....